INDOKATA.ID, LUWU - Komunitas Warga Lingkar Tambang (KWLT) merespons kritikan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sulawesi Selatan yang menuding aktivitas tambang emas PT Masmindo Dwi Area (MDA) sebagai biang kerusakan lingkungan di Pegunungan Latimojong. Ketua KWLT, Najamudin, menegaskan bahwa narasi tersebut perlu dilihat secara lebih objektif.
Menurutnya, kehadiran MDA tidak serta-merta menjadi ancaman, melainkan bisa menjadi peluang pembangunan bagi daerah yang selama ini terpinggirkan. Ia menyebutkan, perusahaan tambang tersebut telah memberikan dampak nyata melalui program pemberdayaan masyarakat, mulai dari pelatihan keterampilan, dukungan UMKM lokal, hingga melibatkan lebih dari 60 vendor asal Luwu dan Palopo.
“Fakta ini menunjukkan adanya multiplier effect yang dirasakan langsung oleh warga lingkar tambang, bukan sekadar janji kosong,” ujar Najamudin, Rabu (20/08).
KWLT menilai isu lingkungan yang dilontarkan Walhi tidak sepenuhnya menggambarkan kondisi lapangan. Najamudin menyebut MDA telah menjalankan prinsip Good Mining Practice dan mengantongi kajian AMDAL yang ketat.
“Kalau bicara lingkungan, tentu ada tantangan. Tetapi perusahaan punya komitmen untuk rehabilitasi lahan, perlindungan daerah aliran sungai, dan pemantauan kualitas air secara rutin,” tegasnya.
Najamudin menilai framing “malapetaka” yang disuarakan Walhi justru menutup mata terhadap potensi sinergi antara tambang dan masyarakat. Menurutnya, keberadaan tambang telah membuka akses infrastruktur, pendidikan, dan layanan kesehatan yang selama ini sulit dijangkau masyarakat pedesaan di Luwu bagian pegunungan.
“Kami yang hidup di sekitar tambang tahu apa yang terjadi. Kami melihat manfaatnya, dan kami yang berhak bersuara tentang masa depan daerah ini,” katanya.
Menyoal tudingan bahwa tanah adat hanya diperlakukan sebagai komoditas, KWLT menilai perlu ada klarifikasi. Najamudin menegaskan bahwa banyak warga justru mendapatkan pengakuan hak dan kompensasi yang adil.
“Kami tidak menutup mata ada masalah, tapi kami menyelesaikannya melalui musyawarah, bukan dengan agitasi,” jelasnya.
KWLT menekankan pentingnya keterlibatan warga dalam perencanaan maupun pelaksanaan kegiatan tambang. Ia menyebut forum dialog antara MDA, pemerintah desa, dan masyarakat telah rutin dilakukan sebagai bukti adanya ruang komunikasi terbuka.
Di tengah tantangan perubahan iklim, Najamudin menegaskan bahwa solusi terbaik adalah kolaborasi antara perusahaan, pemerintah, dan masyarakat. Apalagi, kontrak karya MDA yang berlaku hingga 2050 bisa menjadi peluang jangka panjang untuk membangun Luwu secara berkelanjutan.
“Bagi kami, tambang bukan malapetaka, tetapi peluang yang harus dikelola dengan bijak. Kami warga lingkar tambang siap mengawal agar keberadaan MDA benar-benar memberi manfaat bagi lingkungan, masyarakat, dan generasi mendatang,” tutupnya. (idn**)
0Komentar